بِسْــــمِ اﷲِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
IMAN dan hidayah itu urusan Allah. Jangankan manusia biasa, seorang nabi seperti Nabi Nuh as pun tidak mampu membuka iman seseorang termasuk Kan'an anak baginda sendiri. Ini dibuktikan dalam satu riwayat ketika banjir melanda negeri itu sebagai kutukan Allah terhadap umat Nabi Nuh yang ingkar.
Saat itu Nabi Nuh dan beberapa orang umatnya yang beriman kepada Nabi Nuh sudah naik ke atas bahtera menyelamatkan diri. Perlahan-lahan air itu mula menggenangi negeri dan menenggelamkan rumah-rumah dan tanam-tanaman.
Saat itu Nabi Nuh dan beberapa orang umatnya yang beriman kepada Nabi Nuh sudah naik ke atas bahtera menyelamatkan diri. Perlahan-lahan air itu mula menggenangi negeri dan menenggelamkan rumah-rumah dan tanam-tanaman.
Meskipun genangan air semakin meninggi, Kan'an putera Nabi Nuh tetap tidak mahu mengikuti ayah dan kaumnya yang lain dalam bahtera. Dengan sombongnya, Kan'an naik ke gunung dan mengatakan dengan sombongnya bahawa tak mungkin air sampai pada puncak gunung yang tinggi itu.
"Marilah anakku ikut kami ke dalam bahtera bersama orang-orang beriman lainnya. Bala Tuhan telah datang ke negeri ini," rayu Nabi Nuh kepada anaknya. Dasar iman masih tertutup, Kan'an yang sombong itu tetap memilih berdiam di gunung bersama orang kafir yang lain.
"Aku akan selamat berada di gunung ini," jawabnya sombong. Kerana sudah tidak boleh dinasihati lagi, dengan sedih, Nabi Nuh membiarkan anaknya tidak ikut bersama dalam bahteranya. Ia menyerah diri kepada Allah bahawa hanya Allah yang berhak membuka iman dan hidayah seseorang walaupun itu anaknya sendiri.
Benar juga, air banjir itu makin lama makin menenggelamkan Kan'an yang berlindung di puncak gunung itu. Kan'an anak kandung Nabi Nuh akhirnya tewas ditelan air banjir dalam kekafiran di hadapan ayahnya yang tidak boleh berbuat apa-apa. Hanya kepiluan menyelubungi hati Nabi Nuh as.
No comments:
Post a Comment