Powered By Blogger

Friday, May 11, 2012

Ketua Perompak Yang Akhirnya Bertaubat

بِسْــــمِ اﷲِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

AL-FUDHAIL BIN IYADH, seorang ulama' sufi yang sezaman dengan Imam Malik dan Abdullah Ibnul Mubarak. Dilahirkan pada 105 Hijrah di Samarkand dan wafat pada tahun 187 Hijrah di Mekah.

Diriwayatkan, antaranya oleh Al-Hafiz Ibnu 'Asakir, juga di dalam kitab Siyar A'lam Nubala', Imam Az-Zahabi, Al-Fudhail asalnya adalah seorang ketua perompak. Saban malam, Fudhail dan anggota kumpulannya akan menghalang perjalanan kafilah yang melalui kawasan antara Abyurd dan Sarkhas.

Walaupun Fudhail seorang perompak dan penjahat yang ditakuti, ditaqdirkan dia jatuh cinta dengan seorang wanita muslimah yang solehah. Namun menyedari keadaan dirinya, Fudhail tidak pernah menyampaikan perasaannya itu kepada wanita tersebut. Untuk melepaskan kerinduannya, Fudhail sering memanjat tembok rumah wanita tersebut untuk memandang wajahnya.

Suatu malam, ketika Fudhail memanjat tembok tersebut, beliau terdengar seseorang membaca ayat yang sungguh indah dan berbunyi (maksudnya):-
"Belum sampaikah lagi masanya bagi orang-orang yang beriman, untuk khusyu' hati mereka mematuhi peringatan dan pengajaran Allah serta mematuhi kebenaran (Al-Qur'an) yang diturunkan (kepada mereka)? Dan janganlah pula mereka menjadi seperti orang-orang yang telah diberikan kitab sebelum mereka, setelah orang-orang itu melalui masa yang lanjut maka hati mereka menjadi keras dan banyak di antaranya orang-orang yang fasiq (derhaka)." [Surah Al-Hadid: 16]

Mendengar ayat itu, serta merta hati Fudhail menjadi gementar dan takut. "Benar Ya Rabb, inilah saatnya," kata Fudhail, lalu bergegas meninggalkan rumah tersebut. Fudhail kembali ke tempat persembunyiannya yang terletak di celah-celah runtuhan bangunan sambil fikirannya terus berdebar-debar memikirkan ayat yang didengarnya tadi.

Ditaqdirkan, tidak lama kemudian, sebuah kafilah melalui tempat persembunyian Fudhail. Salah seorang daripada mereka berkata, "Kita akan melalui kawasan penjahat dan perompak, Fudhail bin Iyadh. Jadi, apa kita nak buat?"

Jawab sahabatnya, "Kita berangkat esok pagi saja. Malam ini Fudhail dan kumpulannya sedang berkeliaran. Kalau diteruskan perjalanan kita, mereka akan rampas semua barang dagangan kita."

Mendengar kata-kata itu, Fudhail berasa sungguh malu. Malu kepada dirinya sendiri, juga malu kepada Allah.

"Aku menghabiskan malam dengan membuat maksiat hingga ada sekelompok kaum muslimin takut kepadaku."

Fudhail yakin, pasti Allah membawanya ke tempat tersebut supaya dia mengambil pengajaran daripada apa yang terjadi agar dia segera menghentikan kegiatannya itu.

Malam itu juga Fudhail bertaubat dan membubarkan kumpulan perompaknya. Fudhail kemudiannya menyuruh anak-anakbuahnya pulang ke rumah masing-masing manakala dia sendiri berpindah ke Mekah dan mengisi sisa hidupnya dengan ibadah, sampailah meninggal dunia.

No comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...